Waktu
cor secara teoritis adalah waktu pendinginan yang diperlukan mulai dari suhu
cor sampai dengan suhu liquidus dari material yang bersangkutan. Waktu cor ini
juga didefinisikan secara praktis sebagai waktu yang diperlukan untuk mengisi
rongga cetak sampai penuh. Waktu cor yang digunakan dalam hal praktis harus
dibawah waktu cor teoritis, karena penuangan harus selesai sebelum
pengkristalan dimulai pada suhu liquidus. Kejadian inilah yang menjadi dasar
perhitungan waktu cor.
Waktu
cor untuk benda yang tipis lebih singkat daripada untuk benda yang tebal,
karena pendinginan lebih cepat. Waktu cor untuk benda yang besar akan lebih
panjang daripada untuk benda yang kecil dan ringan.
Pada
prakteknya penentuan waktu cor banyak diambil dari berat coran. Tapi dasar
pemikiran dari berat coran saja tentunya tidak akan mendapatkan perhitungan
waktu cor yang akurat. Dua benda cor dengan berat yang sama dan ketebalan
dinding rata-rata yang berbeda akan mempunyai kecepatan pendinginan yang
berbeda, contohnya rumah silinder bersirip dan balok atau kubus pejal. Rumah
silinder akan mempunyai waktu cor yang lebih singkat karena mempunyai ketebalan
dinding rata-rata yang lebih tipis.
Rumus
perhitungan waktu cor yang dapat dipakai dalam segala situasi tidak ada. Berikut
ini adalah beberapa rumus yang bisa dipergunakan untuk kasus-kasus tertentu.
Untuk besi
cor (menurut Czikel)
tp
= 2 . w – 3
untuk cetakan basah
tp
= 2,5 . w – 3
untuk cetakan kering
dimana:
t
= waktu cor (detik)
w
= ketebalan terkecil (mm)
Nielsen berpendapat,
bahwa ketebalan dinding saja belum mencukupi untuk menentukan waktu cor.
Pengaruh berat coran terhadap hal ini juga sangat besar, mengingat besarnya
enerji panas yang dikeluarkan oleh coran dan yang diserap oleh pasir cetak
sangat mempengaruhi derajat penurunan suhu.
Untuk benda cor dengan berat sampai 1000 kg (menurut
Nielsen)
tp
= 0,32 . w . G0,4
Dimana:
tp = waktu
cor [detik]
w =
ketebalan dinding dominan [mm]
G = berat
coran total [kg]
Rumus lain
yang pada prinsipnya hanya mengacu kepada berat benda cor.
Dimana:
tp
= waktu cor [detik]
G = berat
benda cor [kg]
Rumus-rumus
di atas hanya berlaku untuk benda cor sampai dengan 1000 kg. Untuk benda cor
dengan berat lebih dari 1000 kg dapat digunakan rumus menurut Wlodawer:
Dimana:
k =
konstanta
k = 5,8
untuk bentuk sederhana
k = 2,5
untuk bentuk normal
k = 1,4
untuk bentuk rumit/dinding tipis
G = berat
total coran [kg]
Saluran
Masuk
Saluran
masuk dihitung paling awal, karena saluran masuk mempunyai luas penampang yang
paling kecil dari bagian-bagian lain sistem saluran (efek pengereman aliran).
Saluran
masuk biasanya ditempatkan pada permukaan pisah cetakan. Melalui saluran masuk
dengan penampang A mengalir cairan logam dengan volume V dan kecepatan alir v,
menurut hukum Torricelli:
Dimana:
G
= Berat Benda cor (kg)
ρ
= masa jenis logam (kg/dm3)
t
= waktu cor (detik)
g
= 981 cm/det2
h
= tinggi hidrolis (cm)
Asm =
luas penampang saluran masuk (cm2)
n
=jumlah saluran masuk
Dengan
penyesuaian satuan:
Pengaruh
gesekan terhadap aliran
Aliran
logam cair bisa terhambat karena kekasaran permukaan cetakan, banyaknya belokan
sistem saluran dan tajamnya belokan tersebut. Semakin kasar permukaan cetakan,
semakin tajam dan banyak belokan akan semakin menghambat kemampuan alir.
Hambatan tersebut dinamakan faktor hambatan alir ξ .
Nilai
faktor kerugian tersebut adalah 0 < ξ < 1.
Besar
hambatan alir tergantung dari bentuk benda cor:
Bentuk
sederhana ξ = 0,8
Bentuk
agak sulit ξ = 0,7
Bentuk
sulit
ξ = 0,6
Bentuk
sangat sulit ξ = 0,4
Dengan
memperhatikan faktor hambatan alir maka rumus luas saluran masuk menjadi
Tinggi
penuangan h
Perbandingan
Sistem Saluran
Saluran
pembagi/terak harus mempunyai penampang yang paling besar, sehingga kecepatan
alir cairan menurun saat cairan mamasuki saluran pembagi. Pada saat kecepatan
alir turun, terak yang mempunyai massa jenis yang lebih kecil dari cairan akan
mempunyai kesempatan untuk memisahkan diri dan naik ke permukaan cairan. Oleh
sebab itu saluran pembagi juga berfungsi sebagai saluran terak.
Untuk
benda cor yang normal berlaku:
Aturun
: Aterak : Amasuk = 1 : K : 1
Dimana:
Untuk
saluran masuk dengan jumlah lebih dari 4 dipergunakan harga K = 2.
Perbandingan
lain yang digunakan dalam praktek adalah:
4 : 3 : 2
untuk FC/FCD dengan berat coran di atas 4000 kg
4 : 8 : 3
untuk FC/FCD dengan berat coran normal.
0 komentar:
Posting Komentar